Sabtu, 06 September 2008

Perjalanan panjang

     Aku ingin bercerita sedikit tentang perjalananku cuti kemaren untuk berobat. Perjalanan yang lumayan jauh dan melelahkan. Bayangkan saja, untuk sampai ke tempat tujuan aku harus duduk selama kurang lebih 16 jam di dalam bus. Jarak yang sangat jauh memang. Sangat melelahkan. Tapi juga lumayan menyenangkan. Karena udah lumayan lama aku ga melakukan perjalanan jauh kayak gini.
     Aku berangkat hari selasa sore tanggal 12 Agustus 2008 naik bus jam 4 sore. Sore itu cuaca lumayan cerah. Bus mulai melaju dengan kecepatan standar. Penumpang bus juga bisa dibilang lumayan padat. Riuh riang anak kecil pun terdengar jelas memenuhi udara dalam bus itu. Duduk tepat di depanku sepasang kekasih yang sedang asyiknya bercengkerama ringan. Dan kulihat di salah satu tempat duduk di belakangku ada seorang wanita yang sedang mengalami mabuk perjalanan. Dia sampai muntah-muntah. Wah kasihan juga ya. Untungnya aku tak seperti dia. Walau aku juga sempat merasa sedikit pusing karena bau tidak sedap yang ada di dalam bus itu. Mungkin bau itu berasal dari aroma parfum yang dikenakan oleh salah satu penumpang. Dan mungkin juga dia menggunakannya dalam ukuran yang berlebihan. Tapi aku segera mengoleskan minyak angin ke pelipisku sebagai pertahanan agar aku tidak muntah.
     Tak terasa perjalanan kini telah menyusuri hutan yang begitu panjang. Di kii dan kanan banyak kutemukan pepohonan jati dan karet. Berdiri kokoh seakan memapah jalanan panjang itu. Ada juga kutemui rentetan pohon kelapa sawit yang tersusun rapi. Hingga malam pun datang menyelimuti perjalananku itu. Dan di tengah perjalanan, para penumpang bus pun dikagetkan dengan adanya kebakaran hutan. Kebakaran yang cukup besar. Hingga dapat kulihat sebentar lagi api akan merembet hingga ke tengah jalan raya. Tapi keadaan itu hanya berlangsung sebentar saja. Karena sopir bus pun tak ayal semakin melaju meninggalkan jalan itu.
     Hampir tepat pukul 19.00 WIB bus sudah memasuki wilayah Sampit. Bus berhenti di sebuah rumah makan yang cukup besar. Ternyata perjalananku kali ini cukup lancar. Hingga jam segini pun sudah memasuki wilayah sampit. Padahal biasanya bisa lebih lama dari ini. Syukurlah ucapku dalam hati. Penumpang pun berjurut-jurut turun untuk makan malam dan sebagian ada yang langsung menuju kamar kecil. Aku pun begitu. Tapi aku lebih memilih pergi ke kamar kecil terlebih dahulu, dan kemudian kembali ke dalam bus untuk menikmati bekal makan malam yang sebelumnya sudah aku siapkan. Ya benar sekali, au memang sengaja mempersiapkan bekal makan malam dari rumah. Karena selain untuk berhemat, aku tidak berselara untuk menikmati makanan-makanan yang dijual di rumah-rumah makan itu. Karena rasanya yang kadang tidak pas menurutku. Juga harganya yang bisa menjadi dua kali lipat dibandingkan harga pada umumnya. Jadi, aku putuskan untuk membuat bekal sendiri.
     Setelah selang beberapa menit, dan para penumpang pun tampaknya telah selesai makan, kernet bus pun menyalakan klakson bus sebagai tanda bus sebentar lagi akan melanjutkan perjalanan. Dan secara bergantian, para penumpang bus pun kembali masuk ke dalam bus dan menempati tempat duduk mereka masing-masing. Dan bus pun kembali melaju.
     Hanya berjarak waktu sebentar saja, bus sudah sampai di terminal sampit untuk menurunkan penumpang dengan tujuan sampit dan membawa penumpang baru yang berasal dari sampit. Bus berhenti untuk beberapa saat lamanya. Kulihat ada beberapa penumpang yang turun. Kemudian ada beberapa pedagang makanan kecil yang masuk ke dalam bus-bus untuk menawarkan dagangannya. Ada juga petugas pemungut biaya retribusi yang sedang sibuknya menarik bayaran dari setiap penumpang bus. Dariku juga.
     Tak berapa lama, naiklah sekelompok penumpang baru. Pikirku mereka adalah sekelompok mahasiswa dan mahasiswi yang ingin kembali melakukan aktifitas kampusnya setelah libur panjangnya. Beberapa saat kemudian, setelah memastikan penumpang telah cukup semua, sopir bus pun kembali menjalankan bus. Perjalanan malam yang cukup tenang. Dengan cuaca malam yang cukup dingin. Banyak penumpang bus yang sudah terlelap dalam tidurnya. Membuat keadaan di dalam bus itu semakin hening.
     Namun mataku tetap saja tak mau terpejam lelap. Aku pun memperhatikan sekelilingku. Melihat jalan-jalan yang telah dilalui. Dan tak terasa bus telah melewati beberapa daerah lainnya seperti kasongan, katingan, pundu, dan beberapa daerah lainnya. Bus juga melewati beberapa jembatan. Aku pun menikmati suasana jembatan dan perkampungan penduduk pada malam hari. Dan seingatku, aku hanya bisa terlelap untuk beberapa saat saja. Dan kemudian terjaga lagi. Hingga pukul 02.00WIB bus pun telah memasuki kawasan palangka raya. Para penumpang pun terlihat bersiap-siap dan mengemasi barang-barang bawaan masing-masing. Karena bila bus sudah sampai pangkalannya di palangka raya, berarti semua penumpang harus turun untuk ganti bus kecil jika ingin terus melanjutkan perjalanan ke kota lain. Dan tepat pukul 02.30WIB bus sampai di pangkalannya di palangka raya. Aku pun ikut turun dan kemudian melaporkan tiket bus yang aku miliki kepada petugas dari travel agent itu, untuk kemudian ditukar dengan tiket yang baru karena aku masih ingin melanjutkan perjalanan ke kota berikutnya yaitu banjarmasin.
     Tepat jam 03.00WIB pun aku sudah berada di dalam bus yang ukurannya lebih kecil dengan tujuan banjarmasin. Bus pun perlahan mulai berjalan meninggalkan kota palangka raya. Terus melaju hingga jam 05.00WIB sudah masuk daerah pulang pisau dan bus pun kembali berhenti di sebuah rumah makan. Kali ini aku juga ikut turun untuk sekedar membeli sebungkus teh hangat untuk menghangatkan perutku. Kemudian aku kembali ke dalam bus untuk menikmati snack ringan seadanya yang telah aku bawa sebelumnya. Setelah selesai, bus pun kembali melanjutkan perjalanan. Menyusuri jalan panjang, kemudian memasuki daerah kuala kapuas. kemudian melewati beberapa jembatan besar yang aku lupa namanya.
     Namun, sejak perjalanan pagi itu ada suatu hal yang sebenarnya sangat menggannggu penumpang di dalam bus itu. Hal itu adalah suara tangis dari seorang bocah perempuan. Tangis yang sangat nyaring dan memekakkan telinga. Bocah itu ternyata melakukan perjalanan bersama ayahnya. Banyak penumpang bus yang bilang kalau dari suara tangis bocah itu, sebenarnya bocah itu sedang sakit perut. Namun ayah dari bocah itu seakan tidak mau peduli dengan saran-saran dari banyak penumpang. Dia berkilah kalau sebenarnya memang dasar anaknya itu yang sedang datang cerewetnya. Aku pun sedih melihat keadaan bocah itu. Matanya sampai merah dan bengkak akibat tak henti-hentinya menangis. Suaranya sampai nyaris serak dan hilang. Aku tau kalau sebenarnya tenggorokannya sangat sakit. Tapi ayahnya tetap saja berdiam seakan acuh dengan isak tangis anaknya. Perasaan jengkel terlintas di dalam hatiku kepada sosok ayah itu. Tega sekali dia membiarkan anaknya terus menangis tanpa berusaha untuk mendiamkannya.
     Perjalanan pun terus berlanjut tanpa mengindahkan suara isak tangis yang terus saja keluar dari mulut anak itu. Lebih tepatnya mungkin suara rintihan. Mungkin memang benar kalau anak itu sakit perut. Ada juga beberapa penumpang lain yang memberikan beberapa snack kepada bocah itu agar bocah itu berhenti menangis. Namun ternyata usahanya sia-sia. Tetap saja bocah itu menangis. Kami semua seakan kehabisan akal. Suara tangis itu memang sangat mengganggu kenyamanan perjalanan semua penumpang. Banyak penumpang yang tidak bisa beristirahat gara-gara nyaringnya suara tangis itu. Tapi sudahlah. Memang harus demikian mungkin. Karena kami sudah tidak tau lagi harus berbuat apa.
     Tak terasa bus pun hampir melewati jembatan barito. Jembatan yang lumayan besar dan terkenal. Pernah dijadikan sebagai tempat untuk syuting beberapa artis ibukota. Jembatannya memang lumayan bagus. Aku bersemangat sekali ketika melewati jembatan itu. Pemandangan indah pinggiran sungai pun terlihat jelas dari atas jembatan itu. Sungai yang cukup besar. Kemudian bus melintas melewati daerah anjir, barito lama, dan beberapa daerah lain yang aku lupa namanya. Hingga tak terasa pula sekitar jam 11.00WIB bus sudah sampai di termianl pal 6 banjarmasin. Segera aku mengemasi barang-barangku dan bersiap-siap untuk turun. Kemudian aku mencari angkot jurusan banjar baru atau martapura. Karena memang kesanalah tujuanku.
     Hanya hitungan menit, aku sudah menemukan angkot yag aku cari itu. Aku pun segera menaikkan barang-barangku ke angkot tersebut. Dan kemudian angkot pun segera melaju dengan kencangnya. Hingga perjalanan menuju banjarbaru pun ditempuh dengan hanya sekitar 30 menit saja. Kemudian sampailah aku di lok tabat. Setelah sampai di rumah, aku langsung membersihkan diri dan beristirahat.
     Setelah satu hari kulewati di rumah, sore itu aku begitu terkejut. Tiba-tiba saja aku merasakan kepalaku agak pusing dan badanku agak oleng. Darah mulai mengucur dari lubang hidungku sebelah kanan. Begitu derasnya aku lihat darah segar itu menetes. Terus menetes hingga aku semakin merasa kehilangan keseimbangan untuk berdiri. Aku ambil tissu gulung dan mulai membersihkan darah itu. Aku berusaha mencari daun sirih kesana-kesini. Aku juga minta tolong kepada ibuku agar memintakan daun sirih kepada tetangga sekitar rumah. Tetapi ternyata tidak ada tetangga yang punya daun sirih. Jadi terpaksa aku hanya mengandalkan tissu gulung itu untuk menghentikan darah. Namun seakan darah belum mau berhenti keluar dari hidungku. Ibuku sempat panik. Tapi aku berusaha menenangkannya. Aku bilang padanya, mungkin ini adalah efek dari fisikku yang kelelahan selama perjalanan. Kemudian beberapa saat kemudian alhamdulillah darah sudah mulai berhenti keluar. Aku sedikit lega. Kemudian aku merebahkan diri untuk beristirahat sejenak.
     Selang beberapa hari di beristirahat di rumah, aku kemudian memulai pengobatanku. Pertama-tama aku menghubungi dokter yang akan mengobatiku. Beliau menyuruhku datang ke salah satu apotek tempat beliau praktek selepas sholat maghrib tepatnya tanggal 15 Agustus 2008. Sampai pada waktunya aku pun datang ke apotek itu. Hanya menunggu beberapa menit saja, giliranku pun tiba untuk memasuki ruangan periksa dokter itu. Sembari menyiapkan alat-alat periksanya, dia sedikit bertanya kepadaku dalam bahasa Jawa. Aku pun sempat kikuk karena terus terang aku tidak bisa berbahasa jawa. Kemudian aku jelaskan hal itu kepadanya. Dia pun mengerti dan kembali mengajakku berbincang dalam bahasa Indonesia. Dalam hati aku tersenyum sendiri.
     Pemeriksaan itu hanya berlansung dalam waktu beberapa menit saja. Hasil pemeriksaannya adalah, dokter itu bilang bahwa di dalam tenggorokanku terdapat 4 benjolan berwarna agak kekuning-kuningan sebesar biji jagung. Tapi bukan jenis penyakit amandel. Aku sempat shock mendengarnya. Tapi buru-buru aku beristighfar. Aku yakin Allah tidak akan memberikan coba'an di luar kemampuanku. Kemudian sambil mempersiapkan resepnya untukku, dokter itu menjelaskan tentang definisi penyakit yang aku derita. Setelah resepnya siap, segera diberikannya padaku. Kemudian langsung aku tebus obat itu kepada salah seorang apoteker di apotek itu. Masih aku ingat kata-kata dokter itu. "Obat ini untuk mengurangi pendarahan saat nanti melakukan operasi". Aku benar-benar takut mendengar kata-kata operasi itu. Karena aku benar-benar ga nyangka harus sampai menjalani operasi. Tapi kembali semua itu kuserahkan pada Allah SWT. Karena aku sangat yakin, apapun yang terjadi padaku maka itulah yang terbaik ukku menurut-Nya.
     Setelah selesai, aku pun segera pulang ke rumah untuk beristirahat. Sembari memikirkan pengobatanku selanjutnya. Karena jujur aku agak nervous karena harus menjalani operasi. Dan hari untuk operasi pun telah ditentukan. Tepatnya hari selasa tanggal 19 Agustus 2008.
     Hari itupun tiba. Ketika hampir jam 10 pagi, dokter itu menjemputku ke rumah untuk kemudian membawaku ke rumah sakit pribadinya di banjarmasin. Rumah Sakit Puri Paramitha namanya. Di sepanjang perjalanan, aku nervous banget. Tak henti-hentinya aku beristighfar di dalam mobil. Siang itu aku pergi dengan ditemani ibuku.
     Setelah sampai di rumah sakit, aku segera mendaftarkan diri untuk pengobatan pada petugas receptionist. Kemudian aku menjalani tes gula darah, tekanan darah, dan beberapa tes lainnya. Kemudian aku dan ibuku diantar ke sebuah ruangan untuk beristirahat sembari menunggu jam operasinya. Satu lagi hal yang membuatku terkejut, ternyata aku harus diinfus. Padahal tau sendiri kan, seumur hidup aku tuh paling takut sama yang namanya jarum suntik. Bagiku jarum suntik itu seperti sesuatu yang sangat menakutkan. Aku benci itu. Tapi tidak ada pilihan lain lagi untukku. Karena aku tidak diperbolehkan mengkonsumsi makanan apapun sebelum operasi, jadi aku harus diinfus agar kondisiku tidak lemah. Tak berapa lama juga datanglah seorang perawat laki-laki yang bersiap untuk memasangkan infusku. Aku pun tak bisa menolak. Lelaki itu sangat ramah dan sopan. Sebelum memasang infus, dia permisi dulu untuk sedikit menyingkap lengan panjang bajuku. Dia juga bilang kalau aku tidak perlu takut karena tidak akan terasa sakit. Tapi tetap saja aku merasa sangat takut. Apalagi sekilas kulihat jarumnya begitu panjang. Tak ayal aku segera memalingkan pandanganku dan menutup mataku. Sampai kulihat perawat itu tersenyum melihat tingkahku. Aku pun tak mempedulikannya. Karena saat itu yang ada di pikiranku hanya rasa takut akan jarum infus itu. Selang beberapa menit saja, jarum dan slang infus telah terpasang di lengan kananku. Rasa nyeri kurasakan setiap aku menggerakkan tanganku itu. Tapi aku berpikir, aku harus kuat. Ini belum apa-apa. Belum lagi tahap operasi yang sebentar lagi akan aku jalani.
     Setelah menunggu untuk beberapa saat lamanya, aku merasa lelah dan ngantuk sekali. Hingga akhirnya aku tertidur untuk beberapa saat. Sekitar hampir pukul 15.00WITA, aku dibangunkan oleh ibuku. Ibuku bilang ada perawat laki-laki yang datang ke kamar rawatku menanyakan apakah aku bisa dibangunkan, karena sebentar lagi operasi akan dilaksanakan. Wah, aku semakin nervous. Rasanya jantungku berdegup kencang. Aku sudah membayangkan suasana kamar operasi yang sangat menakutkan. Kemudian aku pun dijemput oleh perawat laki-laki itu untuk kemudian dibawa ke ruang operasi yang ternyata terletak di lantai atas. Perawat itu memang sangat sabar dan ramah sekali. Aku bersyukur sekali menemui perawat-perawat yang baik hati seperti itu. Yah setidak-tidaknya dapat sedikit mengurangi rasa takutku. Sebelum memasuki ruang operasi, aku disuruh melepas alas kaki yang aku kenakan. Kemudian aku disuruh berbaring di tempat mirip ranjang kecil yang biasa digunakan untuk operasi. Kurasakan dingin di sekujur tubuhku. Kurasakan juga tumit kaki kananku disentuhkan ke sebuah alat kedokteran mirip kaca yang rasanya agak dingin. Mataku pun perlahan mulai ditutup dengan sebuah kain oleh perawat itu.
     Istighfar memenuhi hati dan pikiranku. Tak henti-hentinya aku memohong pertolongan kepada Allah. Perlahan aku disuruh membuka mulut oleh dokter yang akan mengoperasiku itu. kemudian dia memasukkan sebuah alat kesehatan yang bentuknya agak lancip. Juga ada seperti senter kecil yang digunakan sebagai penerangan untuk melihat bagian yang akan dioperasi. Beberapa kali aku disuruh untuk menarik nafas lewat mulut kemudian dihembuskan kembali. Aku juga disuruh untuk mengeluarkan dahak dan menghentakkan tenggorokan. Kurasakan sakit yang begitu menyayat di tenggorokanku ketika tim dokter itu menyuntikkan obat ke dalam benjolan-benjolan penyakit itu. Tak hanya sekali kurasakan, tapi hingga 4 kali. Posisiku saat itu adalah benar-benar sadar. Tanpa bius. Karena tim dokter memerlukan kerjasamaku saat operasi. Makanya aku tidak dibius.
     Kemudian aku didiamkan untuk beberapa menit sembari menunggu pengaruh obat itu. Rasanya tanggorokanku sangat sakit dan tercekat. Sakit sekali. Berkali-kali aku ingin mengeluarkan ludah dan muntah. Dan tim dokter pun memperbolehkan aku untuk meludah. Dengan sabar dan telaten seorang perawat melayaniku dan mengelap mulutku. Dalam hati aku meminta maaf padanya karean telah merepotkannya. Tak terasa airmataku menetes di kedua sudut mataku. Airmata yang tak bisa aku tahan. Tetapi lagi-lagi perawat itu berusaha membersihkan sedikit tetesan airmataku itu. Aku sangat salut dan berterimakasih padanya. Aku berdoa semoga Allah selalu merahmatinya.
     Setelah waktu berjalan untuk beberapa saat, tim dokter pun kembali bersiap-siap untuk menanganiku. Kembali aku disuruh membuka mulut. Kali ini aku rasakan dokter itu tidak lagi menyuntikkan obat, namun sebaliknya. Dia mulai bersiap-siap untuk menyedot benjolan-benjolan itu dengan bantuan sinar laser dan alat kedokteran lainnya. Dan tak bisa kuragukan lagi, tahap yang kali ini sangat amat lebih sakit dari yang pertama. Berkali-kali aku merasa tidak sanggup menahan rasa sakitnya. Berkali-kali aku merasa sudah sangat tidak kuat. Namun tim dokter itu sangat baik. Mereka berusaha mencairkan suasana dengan menghiburku dengan kata-kata lucu dan sedikit mengejekku dengan salah seorang perawat yang dari tadi melayaniku. Perasaanku pun saat itu bercampur aduk. Ada sakit, malu, juga lucu. Tapi aku bersyukur dipertemukan dengan tim dokter dan perawat yang semuanya berhati baik dan tidak pemarah itu. Allah memang sangat baik padaku.
     Setelah berkali-kali melakukan penyedotan terhadap benjolan-benjolan itu, dokter mulai melihat dan memperhatikan bagian yang bekas disedot. Beliau berkata harus dilakukan penyedotan sekali lagi untuk membersihkan semuanya. Agar bersih total. Tak berapa lama dia kembali melakukan penyedotan terakhir pada benjolan yang terdapat di tenggorokanku. Memang hanya sebentar saja. Tapi sakit yang kurasakan seperti dirajam seribu jarum di tenggorokanku. Setelah selesai proses operasi, aku dibiarkan beristirahat sebentar untuk merilekskan tubuhku. Dan aku pun sekarang bisa merasa sedikit lebih rileks. Walau rasa tercekat dileherku masih sangat aku rasakan. Rasa sakit pun masih menjalar di bagian tenggorokanku. Diagnosa penyakitku adalah Pharingitis Crhonica Alergica.
     Tanpa berlama-lama aku pun meminta diri kepada perawat yang tadi untuk segera meninggalkan ruangan operasi dan kembali ke kamar rawatku. Dan tak kusangka, ternyata perawat itu kembali menawarkan diri untuk mengantarku. Tetapi aku merasa sudah sangat merepotkannya, jadi aku lebih memilih untuk minta antarkan kepada ibuku saja, karena memang sejak tadi ibuku berada di luar ruang operasi. Kembali aku mengenakan alas kaki dan berjalan perlahan menyusuri anak tangga untuk kembali ke kamar rawatku itu. Setelah sampai di kamar, aku kembali berbaring untuk meringankan otot-ototku yang sejak tadi terasa tegang akibat memasuki ruang operasi. Namun sedikitpun aku tak bisa terlelap. Oya, operasi itu hanya memakan waktu sekitar 30-45 menit saja. Tapi bagaikan setahun kurasakan.
     Waktu pun berlalu dengan cepatnya hingga tak terasa sudah hampir jam 18.00WITA. Dokter pun kembali memberikan catatan resep obat yang harus aku tebus. Setelah menyelesaikan semua administrasi, aku pun beranjak pulang. Masih dengan diantarkan oleh dokter yang menangani operasiku itu. Karena kebetulan setiap habis sholat maghrib, beliau juga bertugas untuk praktek di apotek Kimia Farma Banjar baru. Jadi beliau bilang sekalian saja kami menumpang di mobilnya karena kebetulan satu arah. Memang sangatlah baik hati dokter satu ini. Semoga Allah selalu menjaga ketulusan hatinya dalam membantu orang lain. Amiiiinnn...
     Malam itu aku benar-benar istirahat total. Karena aku merasa tubuhku lelah banget. Malam itu sebelum tidur aku makan sepiring bubur ayam. Karena banyak sekali makanan yang tidak boleh aku konsumsi dahulu sebelum aku benar-benar pulih dan sehat. Aku pun tidur dengan pulasnya pada malam itu. Hingga pagi pun tiba.
     Selang beberapa hari, tepatnya tanggal 22 Agustus 2008 aku kembali memenuhi jadwal periksaku ke tempat praktek dokter itu, yaitu Apotek Kimia Farma. Aku kira ini merupakan jadwal periksa terakhirku. Aku pun telah menyiapkan diri untuk secepatnya kembali ke kotaku. Malah aku pun telah memesan tiket pulang. Karena sebenarnya jatah cutiku sudah habis. Aku sangat merasa tidak nyaman jika menambah ijin. Tapi sungguh bukan keinginanku untuk berlama-lama cuti. Aku selalu merasa bertanggung jawab dengan kerjaanku di kantor. Karena diluar dugaanku, dokter bilang bahwa aku harus periksa satu kali lagi setelah ini. Tepatnya satu minggu lagi. Aku sempat merasa sangat sedih. Terbayang di otakku beban pekerjaanku di kantor. Aku tidak ingin terlalu merepotkan rekan-rekan kerjaku. Malam itu aku benar-benar sedih. Aku tidak ingat lagi dengan rasa sakitku. Yang ada dipikiranku hanya beban akan pekerjaanku. Aku merasa sangat tidak enak hati dengan orang-orang kantor yang lain. Tapi ibuku berusaha menghibur dan meyakinkanku bahwa ini bukan kesalahanku. Ini juga bukan kemauanku. Tapi ini adalah yang terbaik untukku. Untuk kesembuhan totalku. Malam itupun aku segera menghubungi managerku. Tapi tidak berhasil. Ponselnya tidak aktif. Aku semakin bingung. Tapi aku tetap berusaha untuk sabar dan berpikir dengan jernih. Akhirnya aku putuskan untuk mengirimkan pesan singkat yang berisi penjelasan kepada managerku. Dengan harapan ketika ponsel managerku itu aktif, pesan itu dapat beliau terima. Aku tambahkan juga di dalam pesan itu, bahwa aku sadar diri dan akan mengundurkan diri apabila sekiranya managerku keberatan memberikan tambahan ijin untukku. Waktu itu aku benar-benar sudah pasrah. Aku tau posisiku. Aku pasrahkan semuanya pada Allah. Aku berpikir saat itu yang terpenting adalah kesehatanku. Masalah kerjaan, jika Allah berkenan tentu saja Dia akan memberikan pekerjaan baru untukku yang lebih baik. Malam itu aku tidak bisa tidur nyenyak. Pikiranku selalu melayang pada kerjaanku di kantor.
     Berkali-kali aku cek ponselku. Tapi pesan itu belum juga terkirim. Aku berdoa kepada Allah semoga aku diberikan ketenangan dan kelapangan hati. Aku sungguh sangat membutuhkan ketenangan hati di saat-saat seperti ini. Dzikir pun terus mengalir dari mulutku. Aku benar-benar susah terlelap malam itu. Mungkin tengah malam aku baru bisa benar-benar tertidur. Karena sesungguhnya fisikku saat itu masihlah sangat lemah.
     Sangat tidak aku sangka, setelah adzan subuh aku sudah terbangun lagi. Dan kudapati ponselku berdering. Dalam hati aku bertanya, siapa gerangan yang mengirim pesan kepadaku sedini ini? Ternyata, kudapatkan 2 buah pesan singkat dari managerku. Ternyata pesan yang aku kirim tadi malam baru diterima managerku sekitar dinihari. Seketika itu juga aku sangat penasaran apa isi pesan itu. Dan betapa terkejutnya aku, karena semua ini lagi-lagi diluar dugaanku. Ternyata Allah benar-benar mendengarkan doaku dan langsung mengabulkannya. Isi pesan itu adalah berupa pengertian darai managerku. Dia bilang kalau aku tidak perlu sungkan. Bahkan dia memberi motivasi dan dukungan kepadaku. Dia juga mendoakan kesembuhan untukku. Alangkah bahagia sekali kurasakan pagi itu. Semua beban dihatiku yang dari tadi malam aku rasakan seakan menghilang diterpa embun pagi. Sekarang perasaanku sangat nyaman. Rasanya hatiku sangat tenang. Aku sangat bersyukur kepada Allah atas semua nikmat dan anugerah yang telah diberikan-Nya untukku. Terimakasih Ya Allah...
     Jadwal keberangkatanku kembali ke kotaku terpaksa kutunda selama 1 minggu. Setelah satu minggu berlangsung, dan obat yang diberikan oleh dokter telah habis, aku kembali berkunjung ke apotek Kimia Farma untuk memenuhi jadwal periksa terakhir. Tepatnya tanggal 29 Agustus 2008. Kali ini aku sungguh-sungguh berdoa dalam hati. Aku harap ini adalah benar-benar pemeriksaan yang terakhir.
     Setelah menunggu beberapa menit, tibalah giliranku memasuki ruang periksa. Setelah berbincang-bincang sedikit dengan dokternya, beliau langsung menyuruhku membuka mulut dan mulai melakukan pemeriksaan. Hanya beberapa menit saja hal itu berlangsung. Kemudian beliau mempersilahkanku untuk kembali menutup mulutku sebagai tanda pemeriksaan telah selesai. Sambil kemudian menulis resep lagi untuk yang ketiga kalinya untukku, beliau menjelaskan hasil pemeriksaannya terhadapku. Beliau bilang "sempurna". Artinya, bekas operasi telah benar-benar hilang dan bersih. Tidak ada lagi bekas ruam putih di dalam tenggorokanku. Beliau juga bilang bahwa sekarang keadaan daging di dalam tenggorokanku telah kembali normal. Namun, beliau juga menjelaskan pantangan makan yang harus aku ikuti. Aku pun mendengarkannya dengan seksama. Ternyata begitu banyak pantangan makan untukku. Tapi aku tetap berpikir positif bahwa ini semua adalah untuk kesembuhanku.
     Setelah menerima catatan resep obat yang harus aku tebus, aku pun segera berpamitan kepada perawat di ruangan itu juga kepada dokter yang telah baik hati merawat dan mengobatiku. Aku menjabat tangan dokter 76 tahun itu sebagai tanda hormat dan terimakasih yang sedalam-dalamnya. Aku juga mengucapkan salam perpisahan karena besok, tepatnya tanggal 30 Agustus 2008 aku harus kembali pulang ke kotaku, yaitu Pangkalan Bun tercinta. Hehehe...
     Mendengar penjelasan atas hasil pemeriksaanku itu aku sangat senang dan tenang. Anganku pun telah melayang sampai ke kotaku. Aku merasa sangat merindukan kotaku itu. Maklum saja, dari kecil aku tidak pernah tinggal di kota lain. Jadi, mungkin sangat berat untukku meninggalkan kota itu. Walaupun disana telah terjadi berjuta cerita sedihku.
     Malam itu juga aku telah mengemasi barang-barangku. Ternyata bawaanku cukup banyak. Pas berangkat kemarin aku hanya membawa 1 tas jinjing. Dan sekarang tidak terasa aku harus pulang dengan membawa 1 koper dan 2 tas jinjing. Wow, pikirku dalam hati. Maklum saja, banyak barang-barang titipan dari keluargaku yang harus aku bawa. Belum lagi bekal makananku untuk di jalan. Juga beberapa oleh-oleh makanan untuk keluargaku.
     Setelah selesai berkemas-kemas, aku tidak langsung tidur. Namun aku membersihkan rumah dan menemani ibuku menjaga barang dagangannya. Sampai lewat tengah malam aku baru selesai. Pikirku saat itu, aku harus meninggalkan kesan bersih dan rapi di rumah. Setelah hampir jam 00.30WITA, aku merapikan semua barang dagangan dan menutup pintu rumah. Kemudian aku masuk ke kamar dan bersiap untuk beristirahat tidur. Aku tidur dengan perasaan sangat nyaman. Sebelum tidur, aku sempat melihat wajah pulas adikku yang telah tertidur dari tadi. Aku tersenyum sendiri. Aku berpikir sebentar lagi aku akan berpisah dengannya.
     Sebelum fajar menyisngsing, aku telah kembali terbangun dari tidurku. Malam itu aku tidur hanya dalam waktu yang singkat sekali. Aku memang sengaja bangun lebih awal. Maksudnya adalah untuk lebih mempersiapkan diri. Juga mengecek apa saja hal-hal di rumah yang belum aku bereskan dan rapikan. Di pagi buta itu aku bergegas membuka pintu rumah dan mengeluarkan barang-barang dagangan. Aku sangat bersemangat sekali. Padahal pagi itu masih sangat dini. Langit pun belum terlihat terang. Tapi aku berpedoman, semakin pagi kita membuka pintu rumah, maka semakin cepat pula kita mendapatkan rejeki. Bagi yang bangunnya siang, berarti rejekinya dipatuk ama ayam. Hehehe... Lucu ya...
     Setelah selesai menyusun barang-barang dagangan di tempatnya, aku segera mengambil sapu dan menyapu halaman rumah. Banyak sampah dari daun-daun pohon pelindung tepi jalan yang berjatuhan di depan rumah ibuku. Setelah selesai menyapu, aku masuk ke dalam rumah untuk bersiap-siap membuat makanan untuk sarapan pagi aku, adikku, dan ibuku. Setelah selesai sarapan, adikku pun bersiap berangkat sekolah. Aku pun melepas kepergiannya ke sekolah dengan senyuman.
     Waktu pun berlalu. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 08.30WITA. Aku segera bergegas membersihkan diri dan mempersiapkan keberangkatanku. Yup, aku berangkat naik bus pagi dari pal 6 banjarmasin. Setelah merasa siap, aku pun segera mencari angkot untuk ke pal 6. Setelah sampai di pal 6, aku segera melaporkan tiketku kepada travel agent yang bersangkutan. Tidak berapa lama aku telah menemukan bus yang akan aku tumpangi sampai ke kota palangka raya. Kira-kira pukul 10.00WITA bus pun langsung berangkat. Jam 15.00WIB aku telah sampai di kota palangka raya. Aku turun dan melaporkan tiketku kembali kepada petugas travel agent yang ada disitu. Kira-kira jam 16.00WIB aku telah kembali naik ke bus berbeda dengan tujuan pangkalan bun.
     
     Duduk disampingku seorang laki-laki pendiam yang lebih tua dariku dengan rambut agak plontos. Dia tersenyum ramah padaku. Aku pun membalas tersenyum sebagai isyarat rasa hormatku padanya. Bus pun terus melanjutkan perjalanannya. Kali ini di dalam bus aku bisa merasa lebih nyaman dan rileks daripada waktu pertama aku berangkat berobat dulu. Aku mengeluarkan beberapa snack dan melahapnya dengan perasaan ringan. Hingga malam pun menyusuri perjalanan pulangku kali ini. Tanpa kusadari aku pun terlelap. Mungkin karena saking lelahnya aku. Hingga jam 04.00WIB aku tiba di kotaku. Aku sangat senang. Rasanya ada perasaan bahagia menyusup di dalam hatiku ketika bisa melihat kembali kota yang selama 20 hari itu kutinggalkan. Ada beberapa perubahan terjadi. Disana-sini berserakan bahan-bahan material karena terjadi perbaikan jalan. Ketika bus berhenti, aku segera mengemasi barang-barangku dan menurunkannya. Kemudian aku naik ojek untuk sampai ke rumah.
    Setelah sampai di rumah, aku segera membersihkan diri. Namun aku tidak langsung istirahat. Karena keluargaku berdatangan untuk mendengar ceritaku. Aku pun bercerita panjang lebar dan membagikan sedikit oleh-oleh. Aku merasa senang sekali kembali ke kamarku. 
     N cukup sekian kisahku. Aku ingin menuliskan semua kisah hidupku di dalma blogku ini. Aku menulis kisah ini memakan waktu sekitar 2 hari. Lama sekali bukan? Maklum saja, itupun aku mencuri-curi waktu disela-sela kesibukan kerjaku. Walau tidak banyak yang membaca, tapi aku bisa merasa bahagia mengabadikan kisah hidupku. Mohon maaf bila ada kesalahan kata-kata. Wassalam..^_^

0 komentar:

Posting Komentar

Sabar dalam bertindak, santun dalam berucap...