Rabu, 08 Desember 2010

Si Malang ‘Aini

Bismillah,,,

“Robbana dzolamna anfusana wa illamtaghfirlana wa tarhamna lana kunnana minal khosiriin. La illaha illa anta subhanaka inni kuntu minadzolimin. Wakafa billahi syahida. Wakafa billahi wakila…”

bukk…
………..
astaghfirullohal adzhim… kepalaku rasanya sakit banget (gumamku dalam hati).
“Alhamdulillah, anti sudah sadar? Anti kenapa?” Aku bingung, apa yang terjadi? Mencoba mengingat apa yang terjadi, tapi akhh,,, kepalaku sakit sekali.

“Anti kenapa? Anti sakit? Tadi ana kaget pas ana ketuk pintu kamar kos anti berkali-kali tapi gak ada jawaban, lampu kamar anti tidak menyala, ana khawatir jadi ana beranikan diri untuk membuka pintu kamar anti dan ternyata kamar anti tidak dikunci. Dan betapa kagetnya ana ketika melihat anti tersungkur di lantai, sedang anti masih memakai mukena. Dan wajah anti basah oleh airmata. Sebenarnya anti kenapa? anti sedang ada masalah?”

Aku terdiam sejenak. Kurasakan sakit yang luar biasa di kepalaku. Seingatku, tadi aku sedang melangsungkan sholat magrib, dan kemudian berdoa, dan…. aku menangis. Ya, aku menangis. Rasanya hatiku sedih sekali, sangat sedih. Kabar yang kudengar hari ini seperti mengoyak kembali luka di hatiku. Astaghfirulloh… Ya Allah… Tolonglah hamba-Mu ini. Hilangkanlah semua kesedihan ini dari dalam hatiku. Hapuslah tentangnya dari ingatan, benak, hati, jiwa, pikiran, bahkan keseharianku. Buatlah aku benar-benar lupa tentangnya, dan gantikanlah hanya dengan mengingat-Mu saja.

“Ana gapapa ukh, afwan merepotkan. Mungkin ana hanya kelelahan saja.”
Ya, aku memang kelelahan saja, namun kelelahan yang sangat luar biasa. Hati ini yang lelah. Lelah untuk menangis namun tak bisa berhenti menangis. Ternyata terlalu dalam kelukaan ini, sehingga rasanya sukar untuk disembuhkan, akankah membekas sepanjang hayat.

“Oya, tadi anti mencari ana ada apa ya ukh?”
“Ana ingin mengajak anti makan malam sama-sama, karna ana liat akhir-akhir ini anti jarang makan, anti lebih banyak berpuasa, berdiam diri di kamar, membaca buku, menulis, mendengarkan murrotal, dan tilawah. Sebenarnya dari beberapa waktu yang lalu ana mau menanyakan keadaan anti, apa anti ada masalah, tapi ana segan. Ana perhatikan anti terlihat seperti sedang menanggung beban pikiran yang berat, bahkan anti pun terlihat kurusan sekarang.”
“Subhanallah… Jazakillahu khoiron katsiron ukh… anti baik sekali mau memperhatikan ana. Insya Allah ana gapapa ukh. Ana mohon doanya ya ukh, semoga ana kuat, sabar serta ikhlas menerima semua ketetapan yang sudah Allah tuliskan untuk ana.”
“Wa’iyyaki… La tahzan wala takhof. Innallaha ma ashobirin. Innallaha ma ana. Keep istiqomah ya ukhti. Yuk ke kamar ana, kita makan malam bareng, ana sudah masak tadi.”
“Syukron ukh…”

Ya Allah… yakinkanlah diri ini, bahwa semakin berat ujian yang Engkau berikan, maka semakin dekat pula pertolonganMu itu. Sesungguhnya pertolonganMu itu benar adanya.

*****
Sebenarnya apa yang terjadi denganku? Kenapa akhir-akhir ini aku sering sekali jatuh pingsan tidak sadarkan diri? Tiba-tiba saja kepalaku sangat sakit, pandanganku berbayang dan seperti ada cahaya berkelebat melintas di penglihatanku, lalu aku pun terjatuh.

*****
“Mba, kemaren saya ketemu ibunya, lagi ngurus surat-surat, katanya putranya mau nikah. Tanggal berapa mba?”
Astaghfirullohal adzhim…3x
“Maaf bu, saya sama sekali ga tau soal itu. Maaf, saya permisi dulu ya bu, ada yang harus saya kerjakan. Assalamualaikum….”, ucapku terbata-bata ketika berpapasan dengan seorang ibu yang kebetulan mengenalku.
Kenapa tubuhku tiba-tiba bergetar hebat begini? Kenapa hatiku sangat sakit begini? Ya Allah… kenapa airmata ini tak bisa kubendung? Tunjukkanlah kuasaMu ya Allah… Hamba mohon…
Di sepanjang jalan aku terus mengucap istighfar. Namun airmataku tak henti-hentinya mengalir, bahkan semakin deras. Ya Allahhh… ampunilah hambaMu ini..

Gubrakkkkk……
Aku kecelakaan! Aku tidak sadarkan diri lagi.

“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Allahuma’jurni fi mushibati wa akhlifli khoirum minha…”

*****
“Assalamualaikum bu… teh hangatnya satu ya bu.”
“Waalaikum salam. Sebentar ya neng, ibu bikinin dulu. Neng kenapa kok wajahnya pucat? Neng ‘ain sakit?”
“Saya gapapa bu, hanya sedikit kelelahan. Terimakasih banyak bu.”

Kenapa semua orang berpikir bahwa aku sedang sakit? Apa benar aku terlihat seperti orang yang sedang sakit? Mungkin aku hanya terlalu lelah berpikir saja. Atau mungkin benar aku sedang sakit, namun batin ini yang sakit. Belakangan terlalu banyak beban pikiran. Terlalu banyak masalah yang harus ditanggung dan dipendam sendiri.

*
Alhamdulillah malam ini bisa ikut majlis ta’lim. Materi yang disampaikan malam ini sangat menyentuh hatiku, bahkan tanpa sadar pun aku menangis. Penyampai materi menyampaikan tentang ‘ciri-ciri orang munafik’. Di dalam dalil, ciri orang munafik itu ada tiga : bila berkata selalu dusta, bila berjanji selalu ingkar, bila dipercaya selalu berkhianat.
Astaghfirullohh…
Ingatkah? Banyak sekali janji yang telah teringkari. Berjanji padaku dengan nama Allah. Banyak sekali perkataan yang telah terdustai. Pengkhianatan setelah dipercayai.

Kurasakan ada sesuatu keluar merembes dari hidungku. Astaghfirulloh… darah! Aku bergegas keluar meninggalkan majlis itu, aku bergegas mencari kunci motor untuk segera kembali ke kos.
Astaghfirulloh… darah segar ini semakin deras mengucur dari kedua lubang hidungku. Apa yang terjadi ya Allah? Kepalaku terasa ringan dan melayang. Dan,,,,
Entahlah apa yang terjadi setelah itu. Yang aku tau, aku sudah berada di tempat tidur. Dari keterangan teman-teman, aku tersungkur di depan pintu kamar kos.

Aku terlelap kembali… sangat lelap.
Aku memasuki suatu tempat yang sangat asing. Tapi tempat ini begitu tenang. Sangat tenang. Bahkan terlalu tenang. Sama sekali tidak ada keributan. Yang ada hanya tanah lapang tiada bertepi, dengan rumput kerdil di seluasnya. Aku berpikir, apa aku sedang tidur dan bermimpi? Kalau iya, maka aku ingin bangun dari tidur ini. Karna di sini tidak ada siapa-siapa, aku hanya sendiri. Tempat ini memang bagus, tapi terlalu sunyi dan lengang. Aku tidak bisa menemukan seorangpun di sini. Sunyi. Hening.

Aku bingung, aku harus menuju ke arah mana untuk pulang. Tempat ini seakan sama di semua sisinya. Benar-benar tiada bertepi. Membingungkanku. Ya Allah… tunjukkan aku jalan untuk pulang. Aku tak ingin sendiri di sini.

Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar suara. Suaranya kurang jelas. Aku pun sibuk mencari darimana asalnya suara itu. Semakin lama semakin jelas terdengar. Aku tau suara itu. Suara orang yang sedang mengayuh sepeda. Ya. Tampak dari kejauhan seseorang sedang mengayuh sepeda. Walaupun tidak begitu jelas, tapi kurasakan orang itu mengayuh sepeda ke arahku. Semakin dekat. Hatiku berdebar. Berdebar sangat keras. Kenapa begini? Apakah aku ketakutan? Tidak! Ini bukan perasaan takut dan sejenisnya, tapi suatu perasaan yang sulit aku jelaskan. Sepertinya perasaan yang pernah kurasakan sebelumnya. Tapi sudah lama sekali. Bahkan aku sudah hampir tidak bisa mengingatnya dengan jelas.

Orang itu semakin mendekat. Dan…akhhh… aku tersentak. Itu abi. Abiku. Abiku. Ya, aku tidak mungkin salah. Itu adalah abiku. Abi yang sangat aku sayangi. Abi yang kurindukan. Abi yang mengajariku bersepeda, dan mengajariku banyak hal. Tapi kemana umi? Umiku.
“Abiiiiii……” teriakku lepas. Aku menangis. Menangis deras. Ingin ku kejar abiku. Ingin kupeluk abiku. Tapi… mengapa abi malah mengayuh sepedanya menjauhiku? Mengapa abi begitu? Apa abi sudah tidak mengenalku? Atau aku salah orang? Tidak! Tidak mungkin aku salah orang. Karna aku tidak mungkin melupakan wajah abiku. Abiiiii……… Abiiiiiiiiiiii…..

**
Aku tersentak bangun. Astaghfirulloh… ternyata aku ketiduran. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul tiga dinihari.
Tunggu…. Aku ingat sesuatu. Ya, tadi aku bermimpi. Aku hampir melupakan barusan aku bermimpi apa, tapi ada satu hal yang membuatku langsung bisa mengingat mimpiku. Senyum abi. Ya, senyum abi itulah yang mengingatkanku akan mimpiku.
Ya Allah… pertemukan aku dengan abiku lagi.

Kuambil wudhu, dan terhanyut aku dalam sujudku.

**
Aku kaget, fajar aku bangun dalam keadaan mukena dipenuhi bercak darah.
Astaghfirullohal adzhim…
Aku putuskan, hari ini aku harus periksa kesehatan.

**
Bergetar aku memegang sepucuk kertas yang diberikan oleh dokter itu kepadaku lepas aku menunggu beberapa lamanya di ruang tunggu. ‘Surat keterangan dokter’, sekilas aku baca tulisan bagian atas kertas itu. Aku pun bergegas pulang, walaupun dokter itu menahanku untuk berbicara lebih lanjut, tapi aku bilang ke dokter itu bahwa nanti aku akan datang lagi. Aku lebih tenang untuk melihat hasil pemeriksaannya sendiri di kamar kos.

Kubuka perlahan kertas itu, dengan menyiapkan segenap kekuatan jiwa dan kepasrahan pada Sang Pemilik Jiwa ini.
Astaghfirulloh….
‘pembekuan darah di kepala dan otak’
Satu kalimat bercetak tebal itu yang sangat menggetarkan tubuhku. Ya Allah… sabarkanlah diri ini. Kuatkanlah diri ini. Ikhlaskanlah diri ini.

***
Segera kucari info sebanyak-banyaknya tentang ini. Dari beberapa sumber yang kudapat, bahwa salah satu efek dari sakit ini adalah, memori-memori terkini yang tersimpan di dalam otak bisa terganggu bahkan kita bisa kehilangan memori itu.
Benarkah bisa begitu? Apakah ini termasuk hikmah dariMu ya Allah? Dengan begitu aku bisa melupakan semua kejadian itu. Semua pembatalan sepihak itu. Semua pengkhianatan itu. Semua pengingkaran itu. Semua kesakitan itu. Semuanya… Ya, semuanya. Patutlah aku bersenang hati dengan sakit ini, karna artinya aku akan berhenti menangis, karna aku tidak akan ingat apa-apa lagi. Sama sekali tidak ada memori yang menyakitkan.

***
Ya Allah… apakah aku akan segera bertemu dengan abiku?



*****
teruntuk pemberi pelajaran :
Tiada satu pun insan yang meminta untuk dilahirkan dari keluarga yang bagaimana dan kehidupan yang seperti apa. Tidak pernah berhak meminta memiliki umi dan abi yang seperti apa. Hanya menjalani semua yang telah Allah gariskan untuk kehidupan diri ini. Pun diriku. Aku tidak berhak memilih. Berpunya ataukah tidak, bukan diri ini yang menentukan. Tentang keimanan, bisakah seorang anak manusia menghakimi keimanan manusia lainnya? Sedangkan manusia itu hanya diciptakan, bukan menciptakan. Bukankah Allah Sang Maha Pencipta lah yang berhak atas segala sesuatu? Dan Allah lah yang Maha Mengetahui Segala Sesuatu.
Bisakah memahami dan menerima semua ini?
(ternyata, tidak bisa! Jawabmu)

Bismillahi tawakkaltu ‘alallah…
La hawla wala quwwata illah billah…

*****
* Abiiiiiiiiiii….. tentu kau akan menungguku bukan? Menungguku untuk mengajariku bagaimana cara bersepeda lagi…

Baca selengkapnya, klik ajah disini ..