Rabu, 03 Agustus 2011

Majelis Ilmu (2)


Bismillah…

Pertama-tama, saya mau ngucapin Selamat Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan buat teman-teman semuanya. Semoga puasa kita dan amal ibadah kita yang lainnya diterima oleh Allah SWT. Aamiin…

Mohon maaf lahir dan bathin atas segala salah khilaf yang pernah saya lakukan selama ngeblog ini. Mohon dimaafkan ya teman^^ Mohon maaf juga karena selama ramadhan ini saya jarang bisa online, jadi jarang silahturohim ke tempat teman semuanya. Afwan ya  >_<

Tulisan kali ini, saya ingin sedikit membahas tentang waktu berbuka puasa. Teman, tahukah engkau? Pada bulan ramadhan ini, Allah mengabulkan permohonan-permohonan hamba-hamba-Nya yang berpuasa, pada saat ia berbuka puasa. Jadi, waktu berbuka puasa (ifthor) itu adalah waktu yang sangat istimewa. Bukan sekedar sebagai penanda bahwa telah tiba waktunya kita boleh makan dan minum, tapi jauh lebih istimewa karena saat itulah doa-doa kita di ijabah oleh Allah, insya Allah.

Namun ironis sekali karena pada kenyataannya banyak dari kita yang melewatkan begitu saja waktu dan kesempatan emas ini, karena kita sibuk dengan ‘ritual’ balas dendam kita di meja makan. Karena sudah seharian lapar dan haus, kita bagaikan dikejar kereta api, berlomba menghabiskan menu berbuka puasa yang telah sedia. Dan, ‘waktu istimewa’ itu terlewat begitu saja. Hari demi hari. Hingga ramadhan pun usai. Betapa sayangnya? Betapa sedihnya? Betapa ruginya kita. Allah sudah kasih kesempatan, tapi kita yang menyiakan. Kita bedoa “Ya Allah kabulkanlah doaku”, tapi sejatinya kita sendiri yang menunda bahkan menutup jalan untuk terkabulnya doa itu (menunda-nunda sholat juga berarti kita menunda-nunda keterkabulan doa kita, menunda datangnya rejeki kita, namun kita tak pernah bisa menunda datangnya ajal kita). Astaghfirullohal adzhiim…

Kawan, sebetulnya perut kita itu tidak serakah. Yang serakah itu adalah hawa nafsu kita. Bagaimana bisa? Coba saja. Kita berbuka puasa ‘hanya’ dengan teh manis hangat dan 3 butir kurma, lalu kita tunaikan sholat maghrib dan sholat sunnahnya, percayalah bahwa kita tidak akan pingsan ketika sholat. Bahkan, perut kita yang telah diisi dengan kurma dan teh tadi masih bisa bertahan sampai setelah sholat taraweh.

Namun apa yang terjadi bila ketika berbuka puasa, kita habis-habisan menyantap semua menu berbuka puasa? Yang ada malah perut kita penuh sesak, kekenyangan, terasa sakit saking sesaknya, alhasil malas sholat, seperti kehabisan tenaga, pengennya rebahan aja. Weleh… Masa kalah sama nenek-nenek dan kakek-kakek yang dari sebelum adzan isya aja udah standby di masjid, seraya menunggu datangnya waktu sholat berjamaah? Jangan mau dikalahin dan diperintah oleh hawa nafsu. Kita yang harus memerintah hawa nafsu kita supaya ia tunduk kepada Allah.

Sok atuh, kita perbaiki sedikit demi sedikit kebiasaan kita yang kurang baik. Mari kita raih sebanyak-banyaknya keberkahan ramadhan ini. Jangan sampai kita menjadi orang yang merugi. Kalau ga sekarang, kapan lagi? Kalau ga ramadhan sekarang, ramadhan kapan lagi? Apa ada yang bisa menjamin masih bisa ketemu ramadhan tahun depan?

***
Bila subuh utuh…
pagi tumbuh,
hati teduh,
diri tak angkuh,
keluarga tak kisruh,
damai berlabuh

Bila dzuhur teratur…
diri jadi jujur,
hati tidak kufur,
selalu bersyukur,
amal ibadah tak luntur,
keluarga akur,
insya Allah jadi makmur

Bila ashar kelar…
jiwa sabar,
raga tegar,
senyum menyebar,
maka rejeki lancar

Bila maghrib tertib…
ngaji jadi wajib,
wirid jadi karib,
jauh dari aib,
syafaat tidak raib

Bila isya terjaga…
malam bercahaya,
gelap tiada terasa,
insya Allah hidup damai sejahtera


Baca selengkapnya, klik ajah disini ..

Sabtu, 30 Juli 2011

Majelis Ilmu

Bismillah…

Dari beberapa majelis ilmu yang diikuti dalam beberapa hari belakangan ini, subhanallah… banyak sekali pelajaran berharga dan ilmu yang diajarkan. Berikut, saya ingin sharing sedikit, apa yang berhasil terekam dalam memori saya, yang ingin sekali saya teruskan dan sebar luaskan ilmunya kepada teman-teman semua. Mari semua, kita duduk sejenak di majelis ilmu ini J

Perintah Allah itu meliputi dua hal. Ada yang sesuai dengan hawa nafsu manusia, dan ada yang tidak sesuai dengan hawa nafsu manusia. Yang pertama, yang sesuai dengan hawa nafsu manusia contohnya tidur. Allah berfirman dalam Q.S. An Nabaa : 9, “dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat”. Tidur itu sesuai dengan hawa nafsu manusia. Istilahnya, kita tidak diperintah untuk tidur pun tetap saja kita tidur. Orang kafir pun demikian. Mereka juga tidur. Jadi, tidak ada keistimewaan dalam tidur ini. Ringan saja menjalankannya. Bahkan orang kafir pun bisa. Jadi bisa disimpulkan bahwa perintah yang sesuai dengan hawa nafsu manusia itu tidak ada kemuliannya. “Adakah orang yang bertambah kemuliaan/keimanan/ketakwaannya hanya dengan tidur?” ucap sang ustadzah waktu itu.

Yang kedua, perintah Allah yang bertentangan atau tidak sesuai dengan hawa nafsu manusia. Contohnya, Allah memerintahkan manusia untuk bangun pada sebagian malam untuk beribadah kepadaNya. Ini jelas bertentangan dengan hawa nafsu manusia yang inginnya tidur pulas sepanjang malam. Maka dari itu, terasa berat sekali untuk melaksanakan perintah yang satu ini, apalagi untuk istiqomah di dalamnya. Orang kafir tidak akan bisa menjalankan perintah yang satu ini. Hanya orang-orang beriman lah yang mampu menekan hawa nafsunya, untuk mampu menjalankan perintah Allah ini. Dan tentunya, ada kemuliaan di dalamnya. Banyak sekali dalil yang menjelaskan tentang fadhilah qiyamullail. Allah membalas penat dan lelahnya mukmin yang tetap menguatkan diri untuk bangun di sebagian malam itu untuk berdibadah kepada Allah, dengan kemuliaan yang luar biasa.

Sholat. Bila kita teliti lebih cermat lagi, sebetulnya sholat itu bukanlah hanya suatu kewajiban, yang membuat kita kadang masih berat untuk menjalankannya, karena merasa diharuskan, jadi tidak ada keikhlasan, merasa dipaksakan, hanya takut akan dosa bila tidak mengerjakan, alhasil sholat express pun tidak masalah asalkan 5x dalam sehari sudah ‘absen’. Astaghfirulloh…

Sholat itu sebetulnya adalah kebutuhan kita. Kita yang perlu untuk sholat. Bukan Allah yang perlu dengan sholat kita. Kemuliaan dan ke-Maha Kuasa-an Allah tidak akan berkurang sedikitpun dengan tidak sholatnya kita. Bahkan sebaliknya, kehinaan kita yang akan semakin bertambah apabila kita tidak sholat.  Kita yang memerlukan sholat sebagai sarana ‘bertemu’ dengan Allah, Robb kita, tempat kita menyembah dan memohon pertolongan. Kita yang memerlukan sholat sebagai makanan dan suplemen rohani (ruh) kita. Dan ketahuilah, Allah itu ‘bukan’ bersama orang yang sholat, tapi Allah bersama orang-orang yang sabar. Karena, output yang diharapkan dari sholat yang setiap hari kita lakukan adalah kesabaran. Kesabaran yang luar biasa. Yang akan tercermin dan teraplikasi dalam kehidupan kita sehari-hari. Jadi, bila sudah sholat tapi masih suka marah-marah, masih suka maksiat, apa yang terjadi dengan sholat kita? Berarti masih banyak yang harus dikoreksi dalam sholat kita.

Contoh lain, dalil tentang puasa (Q.S. Al Baqarah : 183). Allah mewajibkan kita untuk berpuasa (di bulan ramadhan), agar kita menjadi orang-orang yang bertakwa. Allah ‘bukan’ bersama orang yang berpuasa, tapi Allah itu bersama orang-orang yang bertakwa (output yang diharapkan dari ibadah puasa tadi).

Output dari seluruh ibadah yang kita lakukan disebut sebagai sifat iman. Yaitu sabar, takwa, dan tawakkal. Jadi, Allah itu bersama orang-orang yang bisa ‘menghasilkan’ sifat iman tadi, dari ibadah-ibadah yang dilakukannya. Dan Allah tidak bersama orang-orang yang secara lahiriah terlihat rajin sekali beribadah, namun sebetulnya sia-sia, karena ibadahnya tidak menghasilkan sifat iman, ibadahnya tidak merubah dirinya untuk menjadi lebih baik, ibadahnya hanya merupakan ‘simbol’ saja.
Terkait dengan bulan ramadhan yang insya Allah sebentar lagi akan kita temui, apakah teman pernah merasakan semangat beribadah di bulan ramadhan yang lebih kuat daripada di bulan-bulan lainnya? Jika ya, tahukah teman apakah penyebabnya? Suasana? Ya, suasana termasuk salah satu penyebabnya. Tapi itu hanya faktor pendukung yang kecil saja, karena suasana di bulan ramadhan memang sudah terbentuk seperti itu. Faktor utamanya adalah, karena pada bulan ramadhan itu kita sedang berpuasa, menahan haus dan lapar, menekan hawa nafsu. Nah kawan, ketika kita lapar, jasmani kita lapar, hawa nafsu kita itu lemah. Tetapi, ketika jasmani/fisik kita kenyang, kita selalu makan banyak bahkan berlebihan, hawa nafsu kita semakin kuat, bahkan menjadi raja di dalam diri kita. Hasilnya, hawa nafsu yang memerintah, apa-apa berdasarkan keinginan nafsu, apa-apa menurutkan kehendak nafsu. Astaghfirulloh… Na’udzubillahi min dzalik. Berhati-hatilah kawan dengan kenyangmu!!!

Selama ini kita sangat sering terlena. Kita selalu mencukupi kebutuhan jasmani kita saja. Kita makan teratur, memakai baju yang bagus-bagus, memakai kendaraan mewah, dll. Ketika kulit kita terluka sedikit, bukan main khawatirnya kita, kita segera ke dokter, takut luka kita semakin membesar dan parah. Tapi pernahkah kita mengkhawatirkan bagaimana ruh kita terluka? Bagaimana ruh kita kelaparan dan kehausan? Bagaimana ruh kita ‘telanjang’? Kebutuhan jasmani selalu kita cukupi, lalu bagaimana dengan kebutuhan rohani kita? Kita saja yang tidak mendengar, bahwa sebetulnya ruh kita menjerit karena ‘kelaparan dan kehausan’. Roh kita menjerit karena kita lebih sibuk pergi shopping daripada pergi ke majelis ilmu. Ruh kita menjerit karena kita lebih suka berkenyang-kenyang daripada berpuasa.

Menyinggung tentang ini, saya jadi teringat suatu hal. Ketika seorang laki-laki dan seorang perempuan menikah, sang mengatakan bahwa “aku siap memberikan nafkah lahir batin kepada istriku”. Nah, pendapat yang berkembang luas di masyarakat kita ini sebetulnya salah kaprah, yang menganggap bahwa nafkah batin itu maksudnya adalah kebutuhan biologis. Padahal itu masih tergolong dzahir. Bukan batin. Yang dimaksud dengan nafkah batin di sini sebetulnya, pemahaman dan ilmu agama. Jadi, seorang suami wajib mengajarkan tentang pehamaman agama kepada istrinya. Wahai para suami dan calon suami, sadarlah akan hal ini!!!

***
Bulan Ramadhan sejatinya merupakan bulan training, bulan latihan untuk kita semua. Latihan untuk menghasilkan pribadi yang lebih islami, dalam menjalani sebelas bulan di luar ramadhan. Jangan biarkan grafik keimanan kita menurun drastis seiring dengan berlalunya bulan ramadhan. Tapi, usahakanlah grafik keimanan kita terus menunjukkan angka naik, meskipun perlahan.

Mari bersama-sama kita raup sebanyak-banyaknya ‘hujan emas’ rahmat, keberkahan, ampunan, pahala di bulan ramadhan ini. Semoga kita semua sukses meraih kemenangan di hari Idul Fitri nanti, yang sejatinya kemangan itu diperuntukkan bagi orang-orang yang sukses ‘berpuasa hati’, yang tidak hanya menahan lapar dan haus, tapi seluruh anggota badannya ikut berpuasa. Matanya, telinganya, tangannya, kakinya, semuanya berpuasa. Yang mana selama ini sebetulnya kita baru sampai di tahap ‘ikut merayakan’ idul fitri saja, bukan memiliki idul fitri itu, karna kita baru berpuasa dalam menahan lapar dan haus, sementara hawa nafsu kita tetap berkeliaran kemana-kemana, bahkan ada saja orang yang berkata, “sekarang gue lagi puasa, coba kalo ga, gue maki-maki deh lo, tunggu ntar bis buka puasa, abis dah lo gue embat”. Astaghfirulloh… Bermaksiat pun direncanakan.

Ya Allah… dosa kami kian menggunung. Maksiat yang kami tumpuk setiap hari kian melambung. Tanpa kemurahan-Mu, maka niscaya kami termasuk ke dalam golongan orang-orang yang merugi. Maka, dengan ke-Maha Mulia-an Mu, ampunilah kami… Aamiin…

Baca selengkapnya, klik ajah disini ..

Selasa, 26 Juli 2011

Bingkisan Hanya Untukmu...

Bismillah…
Senyum^^ Untukmu...

Meski waktu tak henti dan kian larut berlari
Namun pijaran nasehatmu tak pernah padam menerangi

Kini ku tak lagi bisa cermati
Tiap gurat wajah senyummu nan penuh seri
Namun, engkau kan slalu di hati ini
Karna tak mungkin ada seorang pun yang mampu mengganti

Selisik tanya di relung jiwa,
Apa yang sedang engkau lakukan di sana?
Ingin sekali diri ini menyapa,
Namun tak kuasa di belenggu raga

Ya… hari ini, empat tahun sudah kita tak bersua
Tapi bayang wibawamu masih selalu terasa
Karna semangatmu mampu membarakan langkah yang tertatih
Karna senyummu mampu menghangatkan jiwa yang letih

Wahai…
Ku bayangkan wajahmu saat ini sedang tersenyum
Menantikan ‘bingkisan’ tahunan ini yang selalu ku tulis untukmu

Wahai…
Ku sangat rindukan masa-masa indah dulu
Bercengkerama renyah di ambang sore itu

Wahai…
Mengapa engkau begitu cepat berlalu…

Tunggu aku…
Biar ku selesaikan misiku
Akan kubuat kau bangga padaku
Dan,,,ku kan memohon pada Robb-ku,
Di jannah lah tempat kita kelak bertemu…

Aamiin…

Baca selengkapnya, klik ajah disini ..

Jumat, 22 Juli 2011

Ya Allah… Aku Takut Sekali…


Ya Allah… Aku Takut Sekali…

Ya Allah… apa yang terjadi padaku?
Siang ini aku didera rasa takut yang luar biasa
Sangat ketakutan
Aku tersedu-sedan dalam sholatku
Aku takut Ya Allah…
Aku takut mati
Aku takut sekali

Ya Allah… aku takut sekali
Ketika aku terlelap, aku tak bisa bangun lagi
Padahal, aku belum sempat bersuci
Dari segenap dosa diri

Ya Allah… aku takut sekali
Ketika aku terlelap, aku tak bisa bangun lagi
Padahal, masih banyak tanggung jawab yang belum kumampui
Masih banyak janji yang belum kupenuhi

Ya Allah… aku takut sekali
Ketika aku terlelap, aku tak bisa bangun lagi
Padahal, masih banyak ilmu yang belum kuraih
Sementara ajal kian meraih

Ya Allah… apa yang harus kulakukan?
Tolong ya Allah, jangan Engkau datangkan ajalku sebelum aku istiqomah dalam ketaqwaan kepada-Mu
Aku benar-benar takut ya Allah…
Mudahkanlah jalan menuju ke-istiqomah-an itu ya Allah…
Mudahkanlah…

Ya Allah… bagaimana ini?
Bagaimana aku akan menjelaskan kepada-Mu?
Tentang ibadahku yang sangat kerdil ini

Ya Allah… bagaimana caranya?
Agar ketika sedang beribadah,
aku bisa lupa tentang iming-iming surga dan neraka
aku bisa lupa tentang iming-iming pahala dan dosa
Sehingga di hatiku, hanya dipenuhi oleh-Mu, disibukkan dengan dahsyatnya mencintai-Mu, disesakkan oleh kerinduan kepada-Mu

Bagaimana caranya ya Allah?
Agar disetiap hembusan nafas dan langkah kaki ini,
dipenuhi oleh kesyukuran kepada seluruh karunia-Mu?

Ya Allah… aku takut sekali
Aku takut mati
Tiba-tiba bayangan kematian itu seakan kian menghampiri
Aku takut sekali
Melihat kondisi diriku yang seperti ini
Bagaimana mungkin aku bertemu dengan-Mu dalam keadaan seperti ini?
Apa yang harus kukatakan kepada-Mu?
Tiada bekal istimewa yang bisa kutunjukkan kepada-Mu dan membuat-Mu bangga padaku
Rasanya diri ini miskin sekali
Ampuni ya Allah… Ampuni…

Ya Allah… ramadhan tinggal beberapa langkah lagi
Namun diriku masih seperti ini
Bagaimana ini ya Allah?
Bagaimana aku menjelaskan ini semua pada-Mu?
Tentang kefuturan ini

Ya Allah…
Sungguh… aku tak ingin begini…

Ya Allah… bagaimana caranya agar aku bisa mencuci hatiku ini?
Sehingga bersih dari noda maksiat dan dosa yang telah kutumpuk setiap hari
Sehingga cahaya hidayah-Mu dapat dengan mudah masuk ke hati ini
Menancap kuat membelenggukan kecintaan akan diri-Mu

Ya Allah…
Aku sangat malu pada-Mu
Juga pada hamba-hamba-Mu yang luar biasa itu
Hingga tak sanggup aku mengangkat wajah ini
Aku sangat malu…

Ya Allah… pertemukanlah aku dengan ramadhan ini
Jangan cabut nyawaku dalam keadaanku seperti ini
Kumohon, berilah jawaban tanya hati ini
Solusi ketakutan dan isak tangis ini

Ya Allah… aku takut mati

Baca selengkapnya, klik ajah disini ..

Sabtu, 16 Juli 2011

Between Wine and Grape

Bismillah…

Assalamualaikum wr wb….

Bersumber dari sebuah email yang dikirim oleh seorang teman di Dubai sana beberapa waktu yang lalu, saya ingin membagi sebuah cerita penuh hikmah. Saya merasa terpanggil untuk membagi kisah ini ke teman-teman semua. Yang semoga dengannya kita bisa memetik hikmah dan pelajaran berharga. Sebagai pemacu semangat juang kita, untuk menggapai pribadi yang berakhlak mulia.
Langsung saja, mari kita simak bersama-sama cerita berikut (yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia).

***
-Between wine and grape-

Di dalam bukunya tentang Shawam (Orang-orang dari Sham : Syria & Lebanon), Professor Adil Abu Shanab bercerita tentang kisah dari seorang Syeikh Arab yang mana terlibat dalam sebuah diskusi dengan seorang pejabat Perancis yang sedang melakukan pekerjaannya di Syria.

Pejabat Perancis mengundang beberapa orang terkemuka Syria untuk menghadiri sebuah acara makan malam. Salah satu undangannya adalah seorang Syeikh tua dengan jenggot putihnya. Ketika pejabat Perancis melihat Syeikh tua makan dengan jari-jarinya, dia bertanya kepada Syeikh tua :
“Mengapa kamu tidak makan seperti kami?”

Yang mana Syeikh tua menjawab :
“Apakah kamu melihat aku makan dengan hidungku?”

Pejabat Perancis menjawab :
“Maksudku, mengapa kamu tidak makan dengan menggunakan garpu dan pisau?”

Syeikh pun membalas :
“Aku yakin dengan kebersihan tanganku, tapi apakah kamu yakin dengan kebersihan dari garpu dan pisaumu?”

Perkataan Syeikh ini membuat pejabat Perancis menjadi terdiam, tapi dia (pejabat Perancis) berpikir untuk membalas Syeikh tua itu.

Pada jamuan tersebut, istri pejabat Perancis tersebut duduk di samping kanannya, dan anak perempuannya duduk di samping kirinya. Masih dalam keadaan jengkel, pejabat Perancis menyuruh pelayan untuk membawakan wine, dan kemudian dia menuangkan wine tersebut untuk dirinya sendiri, untuk istrinya, dan untuk anak perempuannya. Dan kemudian meminum wine tersebut dengan cara-cara yang mengganggu Syeikh tua.

Pejabat Perancis bertanya kepada Syeikh tua :
“Dengarlah wahai Syeikh, kamu menyukai buah anggur dan memakannya bukan?”

Yang mana Syeikh hanya membalas dengan anggukan tanda setuju.

Pejabat Perancis terus berbicara, sambil menunjuk kepada buah anggur dan wine, berharap bisa mengalahkan Syeikh tua.
“Minuman ini terbuat dari buah anggur ini, lalu mengapa kamu memakan buah anggur ini tetapi kamu menjauhkan diri dari wine ini?”

***
Intermezzo……
Kira-kira, kalau kita yang ditanya begitu, apa jawaban yang akan keluar dari mulut kita? Akankah kita diam sejenak sambil bengong, memikirkan jawaban yang pas? Atau mungkin kita langsung menjawab, “Karena wine itu hasil fermentasi, dan anggur adalah buah yang masih alami, dan bla…bla…bla…”
Ternyata sungguh sulit menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban yang mengena telak di hati penanya, hingga membuatnya sadar sepenuhnya. Dan bisa membuat seseorang pecandu wine sekalipun, terhenyak dan berhenti seketika dari candunya.
Baiklah…. Mari kita lanjutkan kisahnya…
***

Semua tamu melihat ke arah Syeikh tua, (mereka merasa bahwa kali ini Syeikh tua tidak mempunyai jawaban untuk pertanyaan itu).

Kemudian, Syeikh tua dengan santai menjawab :
“Ini adalah istrimu, dan ini adalah anak perempuanmu. Anak perempuanmu adalah berasal dari istrimu (anak dilahirkan oleh istri : pen), lalu bagaimanalah bisa istrimu itu sah untukmu tetapi anak perempuanmu itu tidak sah untukmu?”

Diceritakan setelah itu bahwa pejabat Perancis menyuruh pelayan untuk segera menyingkirkan wine dari meja makan.
***
Semoga Allah membimbing kita semua dan memberi kita kearifan, tidak hanya untuk bisa melihat perbedaan antara yang benar dan yang salah, tapi juga untuk mengikuti kebenaran tersebut yang telah kita ketahui, dan istiqomah dalam menetapi petunjuk dari Allah, hingga akhir hayat. Aamiin….

Alhamdulillah… Demikianlah postingan kali ini. Salah khilaf serta kekurangan dalam menterjemahkan, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Baca selengkapnya, klik ajah disini ..

Senin, 11 Juli 2011

Forgive, but not Forget. Is it True???

Bismillah….

Assalamualaikum wr wb…

Alhamdulillah, akhirnya bisa kembali menemukan semangat menulis di blog, yang sempat terbang menghilang entah kemana, untuk beberapa waktu lamanya. Juga, karena melihat semangat yang menggebu-gebu dari beberapa teman newbie, akhirnya saya termotivasi untuk menghidupkan kembali blog ini, yang sempat mengalami tidur panjang (hibernasi, red). Hehe… Huff…

Forgive, but not forget. Is it true??? Bagi saya, pernyataan ini cukup kontroversial. Bagaimana tidak? Bukankah, ketika kita telah benar-benar memaafkan suatu kesalahan, secara otomatis kita juga telah melupakan tentang kesalahan tersebut? Bila tidak, bagaimana pula kita bisa betul-betul memaafkan, sedangkan kita masih terus mengingat-ingat kesalahan demi kesalahan tersebut?

Mungkin, sekilas terlihat membingungkan. Tapi saya yakin, setiap diri pribadi kita pasti pernah berada di posisi “memaafkan”. Apapun dan bagaimanapun permasalahannya. Berat ataupun ringan.

Pernahkah anda merasa sangat sulit untuk memaafkan? Atau, sejujurnya dalam hati anda ingin sekali memaafkan, tapi bila teringat kembali akan permasalahannya maka hati anda akan merasa sangat sakit dan keinginan untuk memaafkan tadi kembali ditutupi oleh rasa sakit itu. Lalu, anda pun menunda bahkan enggan untuk memaafkan.

Dalam sebuah seminar tentang “Managemen Otak” yang pernah saya ikuti, ada beberapa statement dari si pembicara yang masih bisa saya ingat dengan jelas. Bahwa, otak manusia itu memiliki ruang yang sangat besar untuk penyimpanan data. Bahkan bila dibandingkan dengan sebuah memori komputer, maka otak manusia memiliki memori yang jauh lebih besar daripada memori sebuah komputer. Setiap kejadian yang dialami selalu terekam dan tersimpan di dalam otak. Tidak ada yang hilang. Apabila kita melupakan suatu kejadian, itu bukan berarti bahwa memori kita mengenai kejadian itu telah hilang dari otak kita. Tetapi, kita hanya lupa di bagian sel otak yang mana tempat kita menaruh memori tentang kejadian itu.

Ilustrasinya, beberapa tahun yang lalu kita pernah membuat sebuah ketikan word, lalu kita menyimpannya di dalam komputer kita, di dalam sebuah folder. Beberapa tahun kemudian kita memerlukan ketikan tersebut, tetapi kita lupa tempat penyimpanannya di dalam folder yang mana. Nah, seperti itu pula lah yang terjadi di dalam otak kita. Ketika kita sering membuka folder ketikan tadi, maka kita akan ingat dengan jelas di mana letaknya. Bila kita sering mengingat sesuatu kejadian, maka ingatan tentang kejadian itu akan semakin tertulis tebal di dalam otak kita, sehingga bila kita ingin kembali mengingat kejadian tersebut, maka kita akan dengan mudah bisa menemukan memori tersebut di dalam otak kita. Begitu pula sebaliknya, bila kita jarang atau bahkan tidak pernah untuk mengingat suatu kejadian yang pernah terjadi di dalam hidup kita, maka memori tentang kejadian tersebut akan tertumpuk oleh memori-memori lain. Dan bila kita disuruh mengingatnya kembali, kita akan kesulitan untuk mengingatnya, karena kita lupa di mana letak sel penyimpanan memori tersebut.

Masih mengutip penjelasan dari si pembicara, kesimpulannya adalah, ketika kita ingin melupakan sesuatu, maka berhentilah untuk mengingatnya. Karena :
melupakan = tidak mungkin dilakukan (pekerjaan yang mustahi dilakukan oleh otak, terkecuali otak mengalami gangguan, ex:amnesia)
tapi,
berhenti mengingat = hal yang mungkin dilakukan.
Bagaimana caranya untuk berusaha berhenti mengingat tentang suatu hal? BERHENTI MEMBICARAKANNYA!!! Itulah cara ampuh untuk berhenti mengingat sesuatu. Karena, ketika kita berbicara tentang sesuatu, maka otak kita secara otomatis akan memutar memorinya untuk mencari hal-hal yang berhubungan dengan apa yang kita bicarakan, maka secara otomatis pula kita akan semakin mengingat apa yang kita bicarakan.

Namun, kenyataannya yang sering terjadi adalah, seseorang mengatakan “aku ingin melupakan kejadian itu”, dia mengatakannya berulang-ulang, kepada banyak orang, seakan-akan dia benar-benar ingin melupakannya, padahal apa yang sebenarnya terjadi? Upaya yang dilakukannya lebih mengarah pada “aku ingin terus mengingatnya”, bukan “aku ingin melupakannya”, karena dia terus membicarakannya. Maka otaknya pun dengan otomatis semakin mengingat kejadian itu sebanyak dia mengucapkannya.

Kaitannya dengan judul tulisan kali ini adalah, ketika kita berada di posisi “memaafkan”, namun kita masih belum bisa melupakan kesalahan tersebut, sejatinya kita “belum benar-benar memaafkan”, kemaafan itu hanya datang dari lisan kita, bukan murni dari hati.

Maka wahai kawan, marilah bersama-sama kita menyadarinya. Apakah kemaafan kita sudah betul-betul datang dari hati kita? Apakah kita sudah betul-betul bisa melupakan (tidak mengingat, red) kesalahan-kesalahan itu?

Hati ini sungguh rawan akan rasa sakit. Bila kita tidak bisa mencegah rasa sakit itu datang, maka dengan sekuat tenaga kita bisa melindungi hati kita, dari sakit yang berkepanjangan.

Forgive, must be forget! N forget is, not to remember.

***
“Ya muqollibal quluub… tsabit qolbi ‘ala tho’atika, wa diiniika…”


*muhasabah diri dikala milaad*

Finish_Bjb, 110711 – 00.43

Baca selengkapnya, klik ajah disini ..